This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 05 Maret 2019

MAKALAH CANDIDIASIS ORAL

DEFINISI O.C :
Kandidiasis oral merupakan  infeksi oportunistik pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Kandida terutama Kandida albikan. Kandida merupakan organisme komensal normal yang banyak ditemukan dalam  rongga mulut dan  membran mukosa vagina. Dalam rongga mulut, Kandida albikan dapat melekat pada mukosa labial, mukosa bukal, dorsum lidah, dan daerah palatum. Selain Kandida albikan, ada 10 spesies Kandida yang juga ditemukan yaitu C.tropicalis, C.parapsilosis, C.krusei, C.kefyr, C. glabrata, dan C.guilliermondii, C.pseudotropicalis, C.lusitaniae, C.stellatoidea, dan C.dubliniensis, dengan C.albikan yang paling dominan dijumpai dan paling berperan dalam menimbulkan kandidiasis oral. (256)
Salah satu kemampuan yang dari Candida albicans adalah kemampuan untuk tumbuh dalam dua cara, reproduksi dengan tunas, membentuk tunas elipsoid, dan bentuk hifa, yang dapat meningkatkan misela baru atau bentuk seperti jamur.
ETIOLOGI :
            Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi jamur yang umumnya disebabkan oleh jamur Kandida albikan. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik.
Faktor lokal penyebab terjadinya kandidiasis oral:
-           Penggunaan gigi tiruan : Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Kandida yaitu lingkungan dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob. Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Candida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Candida albicans tumbuh pesat
-           Xerostomia      : Xerostomia merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi), terapi radiasi dan kemoterapi.
-           Kebiasaan merokok : Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur.  Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin,  sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang.
-           Malnutrisi / malabsorpsi (defisiensi besi, asam folat atau vitamin)
-           Acidic saliva / diet kaya karbohidrat
-           Oral epithelial dysplasia
-           Kebersihan mulut dan gigi yang jelek
-           Terapi antibiotika jangka panjang
Faktor sistemik penyebab terjadinya kandidiasis oral :
- Faktor yang mengubah status kekebalan ;
a) Orang tua / bayi / kehamilan.
Orangtua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologi yang tidak sempurna.
b) Penyakit keganasan
c) Infeksi HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya
d) Kelainan endokrin (hipotiroid atau hipoparatiroid, diabetes melitus, hipoadrenalism)
e) Terapi kortikosteroid
- Kemoterapi
- Radioterapi

Faktor Resiko
Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Patogenitas Jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh  pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host.  Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.
b. Faktor host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
EPIDEMIOLOGI :
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita. Kejadiannya juga dihubungkan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, penggunaan antibiotik oral, dan pengobatan antirertoviral. Secara epidemiologi menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001 frekuensi kandidiasis oral antara 5,8% sampai 98,3%. Terdapat sekitar 30-40% Candida albicans pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45%  pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS (Repentigny,2004).
Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albicans ini dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis (Mourent, 2010).
Penyebab utama kandidiasis ialah Candida albicans. Spesies lain seperti Candida krusei, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, dan Candida parapsilosis, umumnya bersifat apatogen (Siregar, 2005).
Kandida dapat dengan mudah tumbuh di dalam media Sabauroud dengan membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat khas, yakni: menonjol dari permukaan medium, permukaan koloni halus, licin, bewarna putih kekuning-kuningan, dan berbau ragi. Jamur kandida dapat hidup di dalam tubuh manusia, hidup sebagai parasit atau saprofit, yaitu di dalam alat percernaan, alat pernapasan, vagina orang sehat (Siregar, 2005).
Pada bayi bisa mendapatkan jamur candida dengan beberapa cara, antara lain, vagina ibu ketika persalinan, alat-alat seperti dot, mulut bayi tidak bersih karena sisa susu yang diminum tidak dibersihkan sehingga akan menyebabkan jamur tumbuh semakin cepat

PATOFISIOLOGI :
Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat kompleks. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida albikan ke sel inang. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara spesies Kandida untuk mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.
PATOGENESIS :
Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi. Beberapa factor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam dan fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri, dan produksi toksin.
Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida. Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang menurun akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang terganggu karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena peran lektin yang spesifik pada sel dendrite, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan virus HIV meskipun tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan transport HIV oleh dendrite ke organ limfoid dan menambah jumlah limfosit T yang terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain ditubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida albicans memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara protein dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip dengan substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel inang sehingga invasi lebih mudah terjadi
PATOGENESIS :C.A
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Makanan dan protein
merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas
adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans
juga berperan dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses penempelan, Candida
albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah
aminopeptidase dan asam fosfatase, yang terjadi setelah proses penetrasi
tergantung dari keadaan imun dari host.12
Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktorfaktor
yang dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidiasis antara lain
disebabkan oleh :
1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk.
2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus
3. Kehamilan
4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus,
misalnya oleh air, keringat, urin atau air liur.
5. Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida
albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena
adanya perubahan keseimbangan flora mulut atau perubahan mekanisme
pertahanan lokal dan sistemik. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan
tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam
jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut
merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan
sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.
Candida albicans menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan, terutama jika imunitas
perantara sel terganggu. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah,
tromboflebitis, endokarditis atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila
dimasukkan secara intravena (keteter, jarum, hiperalimenasi, penyalahgunaan
narkotika dan sebagainya).
Infeksi kandidiasis dapat diobati dan mengakibatkan komplikasi minimal
seperti kemerahan, gatal dan ketidaknyamanan, meskipun komplikasi bisa berat
atau fatal jika tidak ditangani sesegera mungkin. Dalam bidang kesehatan,
kandidiasis adalah infeksi lokal biasanya pada mukosa membran kulit, termasuk
rongga mulut (sariawan) faring atau esofagus, saluran pencernaan, kandung
kemih, atau alat kelamin (vagina, penis). Tidak terkontrolnya pertumbuhan
Candida karena penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan
penggunaan obat-obatan yang menekan sistem imun serta penyakit yang
menyerang sistem imun seperti Acquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS).
Namun bisa juga karena gangguan keseimbangan mikroorganisme dalam mulut
yang biasanya dihubungkan dengan penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol.
Infeksi jamur bisa menyebar ke seluruh tubuh. Dalam Penyakit kandidiasis
sistemik, hingga 75 persen orang bias meninggal.
PATOGENESIS STEROID :
Obat steroid seperti yang telah dibahas sebelumnya, memiliki efek imunosupresi. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan obat steroid dalam menghambat fungsi makrofag. Efek terhadap makrofag tersebut menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme. Aktivasi limfosit T dan produksi limfosit B juga dihambat oleh obat steroid. Antibodi sebagai salah satu komponen penting dalam sistem imunitas manusia dapat ditekan produksinya oleh pemakaian obat steroid terutama apabila digunakan dalam dosis besar.11,27 Seperti yang kita ketahui, makrofag, limfosit T , limfosit B, dan juga antibodi merupakan komponen penting yang berfungsi sebagai sistem pertahanan dan imunitas tubuh manusia yang juga terdapat dalam rongga mulut. Namun, komponen-komponen tersebut diatas dapat terganggu fungsinya akibat pemakaian obat steroid yang mana obat ini dapat menekan sistem imunitas manusia. Dalam keadaan imun yang lemah, maka infeksi akan mudah menyerang seseorang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam rongga mulut manusia terdapat banyak flora normal yang salah satunya adalah jamur Kandida. Pada keadaan sistem imun yang baik, jamur Kandida tidak menimbulkan penyakit. Namun, penggunaan obat steroid dapat menurunkan sistem imun dalam rongga mulut. Dengan sistem imun yang lemah, maka jamur Kandida dalam rongga mulut bisa menjadi patogen dan menimbulkan infeksi yang disebut kandidiasis.


MAKALAH ERITEMA MULTIFORMIS



BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
            Eritema multiformis adalah suatu penyakit inflamasi akut pada kulit dan membrana mukosa yang dapat menimbulkan berbagai wariasi lesi kulit, erupsi kulit mendadak dan bersifat rekuren. eritema mutiformis disebut juga reaksi self-limitting hypersensitivity dengan karakteristik lesi target pada kulit atau lesi oral ulserasif dan sangat bervariasi seperti terlihat dari namanya “multiformis”, merupakan kombinasi dari bulla, papula, makula dan ulser. Lesi stomatitis dan kutan merupakan gambaran yang paling mencolok. Eritema multiforme minor menunjukkan erupsi kulit yang terlokalisasi dengan keterlibatan mukosa yang minimal atau tidak ada sama sekali, sedangkan eritema multiforme mayor seperti halnya Steven-Johnson syndrome lebih parah, dan berpotensi mengancam jiwa. Insidensi pasti dari eritema multiforme belum diketahui pasti, namun sebanyak 1% kasus rawat jalan dermatologic adalah eritema multiforme.
            Baru-baru ini, berdasarkan tingkat keparahannya, eritema multiforme diklasifikasikan menjadi minor, mayor, Stevens-Johnson syndrome (SJS), dan nekrolisis epidermal toksik (NET), di mana eritema multiforme minor adalah tipe lesi paling ringan dan nekrolisis epidermal toksik adalah yang paling berat. Sedangkan berdasarkan gejala klinisnya, dibedakan menjadi tipe makula - eritema dan vesikobulosa.
            Eritema Multiforme disebut juga herpes iris, atau eritema eksudativum multiforme, timbul akibat penyebab yang belum jelas, namun diperkirakan terjadi karena adanya faktor-faktor seperti alergi obat, infeksi bakteri atau virus tertentu, rangsangan fisik, hawa dingin, matahari, faktor endokrin pada haid atau kehamilan, dan keganasan. Eritema multiforme yang terjadi pada anak-anak hingga dewasa muda umumnya akibat infeksi, sedangkan pada dewasa disebabkan oleh obat – obat dan keganasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Definisi
Eritema multiforme (EM) adalah suatu tipe reaksi hipersensitivitas kulit yang lambat (delayed-typed hypersensitivity) yang dipicu oleh infeksi atau obat-obatan tertentu.Reaksi ini mengandung dari letusan polimorfosa dari makula, papula, dan ciri khas target lesi ‘target lesion’ (di bagian tengah terbentuk bula / nekrosis sentral membentuk lesi target) cenderung didistribusikan di ekstremitas distal.

2.    Insidensi dan Epidemiologi
Insidensi pasti dari eritema multiforme belum diketahui pasti, namun sebanyak 1% kasus rawat jalan dermatologic adalah eritema multiforme. Eritema multiforme lebih banyak menyerang pria daripada wanita, dari 2:1 hingga 3:2. Penyakit ini menyerang segala usia, dengan insidensi tertinggi pada dekade kedua hingga keempat kehidupan.

3.    Etiologi 1,4,6
Banyak faktor-faktor etiologik yang diduga sebagai penyebab eritema multiforme telah dilaporkan, seperti halnya faktor-faktor alergi obat, infeksi bakteri atau virus tertentu, rangsangan fisik, hawa dingin, matahari, faktor endokrin pada haid atau kehamilan, dan keganasan, namun agen-agen infeksius dianggap sebagai penyebab utama eritema multiforme. Eritema multiforme minor dianggap sebagai hal yang biasa dicetuskan oleh HSV, sebenarnya banyak kejadian-kejadian eritema multiforme minor idiopatik bisadipercepat oleh infeksi HSV subklinis. Di antara infeksi-infeksi lain, spesies Mycoplasma muncul menjadi penyebab yang paling umum. Mengenai obat-obatan, obat-obatan sulfa(sulfa drugs) adalah pemicu yang paling umum. Antikonvulsan profilaktik setelahoperasi tumor otak yang dikombinasikan dengan irradiasi cranial dapat mengakibatkan SJS yang menyancam jiwa.
·      Infeksi
o    Virus:
Adenovirus, coxsackievirus, cytomegalovirus, echoviruses,enterovirus, Epstein-Barr virus, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, herpes simplex, influenza, measles, mumps, paravaccinia, parvovirus, poliomyelitis, vaccinia, varicella-zoster, variola
o    Bakteri:
Vaksinasi BCG, borreliosis, catscratch disease, diphtheria,hemolytic streptococci, legionellosis, leprosy, Neisseria meningitidis, pneumococcus, Proteus species, Pseudomonas species, Salmonella species, Staphylococcus species, Treponema pallidum, tuberculosis, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia species, rickettsial infections, Mycoplasma pneumoniae
o    Mycoplasma:
Coccidioidomycosis, dermatophytosis, histoplasmosis
·      Obat-obatan
o    Antibiotics:
Penicillin, ampicillin, tetracyclines, amoxicillin, cefotaxime,cefaclor, cephalexin, ciprofloxacin, erythromycin, minocycline, sulfonamides, trimethoprim-sulfamethoxazole, vancomycin
o    Antikonvulsan:
Golongan barbiturat, carbamazepine, hydantoin, phenytoin, asam valproat
o    Antipiretik/analgesik:
o    Lain-lain:
Rifampicin, isoniazid, thiacetazone, pyrazinamide, albendazole, allopurinol, arsenic, bromofluorene, quinine, cimetidine, corticosteroids, diclofenac, didanosine, dideoxycytidine, diphosphonate, estrogen, etretinate, fluconazole, griseofulvin, gabapentin, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, hydralazine,indapamide, indinavir, lamotrigine, methazolamide, mefloquine, methotrexate, meprobamate, mercurials, minoxidil, nifedipine, nevirapine, pyritinol, progesterone, potassium iodide, sulindac, suramin, saquinavir, thiabendazole, thiouracil, terbinafine, theophylline, verapamil, nitrogen mustard, nystatin, phenolphthalein, piroxicam.

·      Lain-lain:
o   Kontak dengan bahan - bahan kimia ataupn tumbuh – tumbuhan
o   Imunologi: defisiensi C4 selektif temporer pada bayi
o   Faktor fisik: paparan cahaya matahari, cuaca dingin

4.    Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis eritema multiforme dibedakan menjadi tipe makula - eritema dan vesikulobulosa 6
a.         Tipe Makula – Eritema
Erupsi timbul mendadak, simetris dengan tempat predileksi di punggung tangan, telapak tangan, bagian ekstensor ekstremitas, dan selaput lendir. Pada keadaan berat dapat juga mengenai badan. Lesi terjadi tidak serentak, tetapi berturut-turut daalm 2-3 minggu.
Gejala khas ialah bentuk iris (target lesion) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema yang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritemayang keungu-unguan, dikelilingi oleh lingkaran konsentris yang pucat dan kemudian lingkaran yang merah.
b.        Tipe Vesikulobulosa
Lesi mula-mula berupa macula, papul, dan urtika yang kemudian timbul lesi vesikobulosa ditengahnya. Bentuk ini dapat juga mengenai selaput lendir.
Berdasarkan tingkat keparahan eritema multiforme dibagi menjadi eritema multiforme minor, mayor, sindrom steven johnson (SJS), dan nekrolisis epidermal toksik (NET).3
Kategori
Gambaran
E.M minor
·         Lesi target yang khas, target lesi atipikal yang meninggi / membentuk bentolan, keterlibatan membranemukosa minimal dan, ketika muncul, hanya pada satu sisi(paling umum di mulut.
·         Lesi oral; erythema ringan sampai berat, erosi danulserasi.
·         Kadang-kadang dapat berefek hanya pada mukosa oral.
·         < 10% permukaan tubuh yang terlibat.
E.M mayor
·         Lesi kutaneus dan setidaknya 2 sisi mukosa (biasanya mukosa oral) yang terkena.
·         Target lesi yang terdistribusi secara simetris, tipikal (khas) maupun atipikal.
·         Lesi oral biasanya menyebar dan berat.
Steven Johnson Syndrome (SJS)

·      Perbedaan utama dari erythema multiforme mayor adalah berdasarkan typology dan lokasi lesi dan adanyagejala sistemik.
·      < 10% permukaan tubuh yang terlibat.
·      Terutama lesi berupa lesi target datar atipikal danmakula daripada lesi target klasik.
·      Secara umum menyebar daripada hanya melibatkanarea akral. Adanya keterlibatan mukosa yang multiple dengan scar pada lesi mukosa.
·      Disertai gejala konstitusi atau gejala sistemik mirip-flu prodromal (prodromal flu-like systemic symptoms) juga umum.
Overlapping SJS dan NET
·         Tidak ada target tipikal; muncul target atipikal yang datar.
·         Sampai dengan 10% – 30% permukaan tubuh terlibat.
·         Disertai gejala konstitusi atau gejala sistemik flu like syndrome.
Nekrolisis epidermal toksik
(NET)
·         Pada kasus di mana muncul spot muncul, ditandai oleh epidermal detachment dari > 30% permukaan tubuh dan macula purpuric yang menyebar (widespread purpuricmacules) atau target atipikal yang datar.
·         Pada kasus di mana tidak ada spot yang muncul,ditandai oleh epidermal detachment > 10% permukaantubuh, large epidermal sheets dan tidak ada macula ataupun lesi target.


5.    Patofisiologi
Patofisiologi erythema multiforme masih belum dapat dipahami secara pasti; namun sedikitnya herpes yang berkaitan dengan erythema multiforme herpes-associated erythemamultiforme [HAEM]) muncul karena hasil dari reaksi imunologis cell-mediated (cell-mediated immune reaction) yang berkaitan dengan antigen herper simplex virus (HSV). Reaksi imunologis mempengaruhi HSV-expressing keratinocytes. Sel efektor sitotoksik, limfosit T CD8+ di epidermis, mempengaruhi apoptosis keratinosit dan berujung padanekrosis sel satelit. Sel-sel epidermis di sekitarnya memiliki HLA-DR positive. Terdapat suatu hubungan antara HLA tipe A33, B35, B62 (B15), DR4, DQB1*0301, DQ3, dan DR53 dengan kekambuhan erythema multiforme (recurrent erythema multiforme). Secara khusus, HLA-DQ3 terutama berhubungan dengan recurrent erythema multiforme dan dapat menjadi marker yang sangat membantu untuk membedakan HAEM dari penyakit kulit lainnya.

6.    Gambaran klinis
Riwayat prodormal biasanya tidak ada, atau ringan pada orang dengan erythema multiforme minor, terdiri atas infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik dan ringan. Onset ruam biasanya terjadi dalam 3 hari, dimulai dari ekstremitas secara simetris, dengan penyebaran secara sentripetal. Pada eritema multiforme mayor, 50% pasien mengalami gejala prodromal, termasuk demam sedang, batuk, sakit tenggorokan, muntah, nyeri dada dan diare. Gejala-gejala ini biasanya muncul 1 – 14 hari sebelum erupsi kulit terjadi. Lesi mulai pada area akraldan menyebar secara sentripetal, seperti pada distribusi eritema multiforme minor. Bentuk terlokalisasi eritema multiforme telah dilaporkan pada aspirasi sumsum tulang. Setengah dari anak-anak dengan erythema multiforme memiliki riwayat herpes labialis atau genitalis. Sementara serangan biasanya mendahului eritema multiforme 3-14 hari, mungkin masih ada saat serangan eritema multiforme muncul.
Gambaran fisik dinilai berdasarkan gambaran lesi kulit, penyebaran dari lesi kulit, dan gambaran lesi mukosa, jika menyerang mukosa.2,4,5,6
a.         lesi kulit
Bentuk lesi awal berupa makula merah atau plak urtikaria yang meluas sedikit demi sedikit menjadi ukuran maksimumnya 2 cm dalam 24 – 48 jam. Di bagian tengahnya berkembang papula, vesikel, atau bulla kecil, mendatar dan kemudian hilang. Berkembang suatu area berbentuk lingkaran dan meninggi, pucat dan edematosa. Sisi tepinya sedikit demi sedikit berubah menjadi kebiruan atau keunguan dan membentuk lesi target yang konsentrik. Beberapa lesi hanya tersusun atas 2 area konsentris (lihat Gambar 1). Lesi polisiklik atau arkuata dapat juga terjadi (lihat Gambar 2). Beberapa lesi muncul pada area trauma yang sebelumnya (fenomena Koebner). Nikolsky sign negative.
Gambar 1: Lesi target pada eritema multiforme
Gambar 2: Target atipikal yang meninggi dan lesi arkuata

Gambar 3. Variasi Lesi Eritema Multiforme.
A. Edematous / urticarial; B. Urtikaria dengan inti krusta; C. Plak eritematosa dengan inti yang gelap; D. Perpaduan lesi-lesi membentuk batas polisiklik yang jelas; E. lesi target tipikal (klasik) pada volar dan dorsum manus, dengan tiga zona dengan warna yang berbeda, perhatikan vesikel inti di tengah; F. Respon isomorfik.

b.        penyebaran lesi kulit
Lesi berbentuk simetris, sebagian besar pada permukaan akral ekstensor ekstremitas, danmenyebar secara sentripetal. Telapak tangan, leher, dan wajah sering juga terkena. Lesi pada telapak kaki dan aspek fleksural ekstremitas lebih jarang. Penyebaran seperti pada herpes zoster (zosteriform distribution) dapat juga terjadi.

c.         lesi mukosa
Keterlibatan mukosa terjadi pada 70% pasien dengan erythema multiforme. Derajatnya biasanya ringan dan terbatas pada satu permukaan mukosa. Lesi oral yang paling sering terkena adalah di daerah bibir, palatum dan gusi. Erosi yang lebih parah pada setidaknya 2 permukaan mukosa terlihat pada erythema multiforme mayor danditandai dengan kerak hemoragik (hemorrhagic crusting) pada bibir dan ulserasi pada mukosa nonkeratinized (lihat Gambar 3). Biasanya, lesi mukosa yang sangat nyeri ini cukup luas, dengan sedikit atau tanpa lesi kulit.
Gambar 4: Hemorrhagic crust pada bibir

7.    Pemeriksaan penunjang4,5,6
a.         Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap; kadar elektrolit; determinasi BUN (BUN determination); laju endap darah (LED; erythrocyte sedimentation rate [ESR]); tes fungsi hati; dan kultur dari darah, sputum dan area erosive diindikasikan pada kasus parah erythema multiforme mayor. Pada kasus yang parah, peningkatan ESR, leukositosis moderat, dan sedikit peningkatan kadar transaminase hati mungkin ditemukan. Antigen HSV spesifik telah dapat dideteksi di dalam keratinosit dengan pemeriksaan immunofluorescence. DNA HSV telah dapat diidentifikasi terutama di dalam keratinosit dengan menggunakan amplifikasi polymerase chain reaction (PCR).

b.        Pemeriksaan histologis
Pemeriksaan histopatologik biopsy kulit dapat digunakan untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis diferensial. Secara histologis, erythema multiforme adalah prototypical vacuolar interface dermatitis yang memperlihatkan infiltrate limfositik di sepanjang dermoepidermal junction yang berhubungan dengan perubahan hidropik dan diskeratosis dari keratosit basal. Selain itu,gambaran infiltrate limfositik level jarang hingga sedang muncul di sekeliling plexus vascular superficial. Ketika lesi berkembang, dapat muncul nekrosis epidermal dengan ketebalan parsial hingga penuh (partial-to-full-thickness epidermal necrosis), vesikulasi intraepidermal, atau subepidermal yang melepuh, yang nantinya akan berujung pada spongiosis dan kerusakan selular lapisan basal epidermis. Kadang-kadang, edema papiler hebat juga muncul. Infiltrateinflamasi dermal terdiri atas makrofag dan limfosit (CD4+ lebih mendominasi daripadaCD8+), dengan sedikit neutrofil dan kadang-kadang eosinofil (terutama pada kasus yang berkaitan dengan obat-obatan).
Gambar 4: Interface dermatitis dengan sel diskeratotik prominen pada epidermis

8.    Penatalaksanaan4,5,6
a.         Perawatan medik 
Penyebab erythema multiforme (EM) harus diidentifikasi terlebih dahulu, jika memungkinkan. Jika ada suatu obat-obatan yang dicurigai, maka harus dihentikan sesegera mungkin. Infeksi harus diobati menurut penyakitnya masing-masing setelah dilaksanakan kultur dan/atau tes serologic. Supresi herpes simplex virus (HSV) dapat mencegah erythema multiforme yang berkaitan dengan HSV, tetapi pengobatan antiviral dimulai setelah erupsi erythema multiforme tidak memiliki efek terhadap keadaan erythema multiforme. Untuk semua bentuk erythema multiforme, penatalaksanaan yang paling penting biasanya bersifat simptomatik, termasuk antihistamin oral, analgesic, perawatan kulit local, obat kumur  penenang. Steroid topical juga dapat dipertimbangkan. Penggunaan cairan antiseptic, seperti chlorhexidine 0,05%, selama mandi membantu mencegah superinfeksi (infeksi lebih lanjut). Pengobatan topical, termasuk untuk genital,dapat dilakukan dengan pembalut kasa atau hydrocolloid. Perawatan suportif local untuk mata termasuk penting dan digunakan lubrikan topical untuk mata kering, pembersihan conjunctival fornices, dan pencabutan atau pembuangan fresh adhesions. Diet cairan dan terapi cairan intravena bisa dipandang penting. Antacids oral mungkin sangat membantu untuk mengatasi ulserasi oral. Support nutrisi dan elektrolit harus dimulai sesegeramungkin. Terapi kortikosteroid sistemik masih controversial, dan beberapa pihak mempercayai bahwa hal ini akan menjadikan pasien lebih mudah mengalami komplikasi. Efek-efek menguntungkan dengan hemodialysis, plasmapheresis, cyclosporin, immunoglobulin, levamisole, thalidomide, dapsone, dan cyclophosphamide telah dipublikasikan dalam laporan kasus.

b.        Konsultasi
·         Dermatologist – Untuk diagnosis dan manajemen
·         Spesialis penyakit dalam atau spesialis anak – Untuk evaluasi dasar penyebab gangguan dan sekuelae pada sistemik 
·         Konsultasi dengan spesialis mata – Evaluasi dan manajemen adanya gangguan pada mata
1.      Follow-up
2.      Perawatan lebih lanjut
Erythema multiforme (EM) mayor dapat membutuhkan rawat inap untuk pengobatan komplikasi dan sekuelae. Profilaksis untuk kekambuhan herpes-associated erythema multiforme (HAEM) harus dipertimbangkan pada pasien dengan serangan lebih dari 5 kali per tahun. Acyclovir dosis rendah (200 mg qd sampai 400 mg bid) dapat efektif untuk mencegah kekambuhan HAEM, bahkan pada infeksi HSV subklinis. Untuk anak-anak, 10 mg/kg/hari dapat dipertimbangkan. Profilaksis mungkin dibutuhkan selama 6 – 12 bulan atau lebih. Jika unresponsive, terapicontinuous dengan valacyclovir (500 mg bid) telah dilaporkan keefektifannya.
3.        Pencegahan 4
Obat salep yang mengandung sulphonamide harus dihindari.

9.        Komplikasi 4
Sebagian besar pasien memiliki keadaan yang tidak complicated, dengan pengecualian pada host dengan immunocompromised dan infeksi bakteri sekunder pada kulit atau mukosa.
         Keterlibatan oral yang parah dapat membuat susah makan dan minum, dan dapat mengakibatkan dehidrasi.
         Komplikasi pada mata dapat bermanifestasi sebagai purulent conjunctivitis, mata kering, uveitis anterior, pan ophthalmitis, jaringan parut pada konjungtiva (scarring of theconjunctivae), symblepharon, dan kebutaan.
         Lesi vaginal dan uretra jarang terjadi. Erosi dapat menyebabkan phimosis dan retensiurine. Hematocolpos adalah akibat dari lesi genital pada remaja putri. Jaringan parut yang parah pada traktus genitourinarius dapat menyebabkan stenosis vagina dan uretra.

10.    Prognosis 4,5,6
Pada erythema multiforme minor, lesi akan hilang dalam 2 – 3 minggu tanpa meninggalkan jaringan parut. Kekambuhan erythema multiforme minor biasa terjadi dan kebanyakan didahului oleh infeksi HSV subklinis atau nyata.
Erythema multiforme mayor memiliki tingkat mortalitas kurang dari 5%. Biasanya, erythemamultiforme bentuk ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hilang, sekitar 3 – 6minggu. Lesi kulit biasanya sembuh dengan hiperpigmentasi dan/atau hipopigmentasi. Jaringan parut biasanya tidak ada, kecuali setelah infeksi sekunder. Telah dilaporkan adanya tambahan dua bentuk klinis yang jarang dari erythema multiforme. Erythema multiforme continuous bermanifestasi sebagai gejala penyakit yang memanjang dengan serangan yang tumpang-tindih (overlapping attacks) dan bisa berkaitan dengan penggunaan glucocorticoids secara sistemik. Erythema multiforme persistent memiliki gejala klinis yang memanjang lebih dari satu bulan, biasanya berkaitan dengan lesi kulit atipikal, dan biasanya resisten terhadap pengobatan konvensional. Hal ini telah dilaporkan dalam kaitannya dengan penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease), carcinoma renalis tersembunyi (occult renal carcinoma), infeksi virus Epstein-Barr yang tereaktivasi atau persisten, dan infeksi HSV. Area mukosa biasanya sembuh total. Jaringan parut dan striktur mukosa esophageal, urethral,vaginal, dan anal mucosa jarang terjadi. Komplikasi parah pada mata dapat mengakibatkan kebutaan secara permanen.

BAB III
KESIMPULAN

Eritema Multiforme disebut juga herpes iris, atau eritema eksudativum multiforme, timbul akibat penyebab yang belum jelas, namun diperkirakan terjadi karena adanya faktor-faktor seperti alergi obat, infeksi bakteri atau virus tertentu, rangsangan fisik, hawa dingin, matahari, faktor endokrin pada haid atau kehamilan, dan keganasan. Eritema multiforme yang terjadi pada anak-anak hingga dewasa muda umumnya akibat infeksi, sedangkan pada dewasa disebabkan oleh obat – obat dan keganasan.
 
DAFTAR PUSTAKA

1.        Isik, et al.2007. Multidrug-Induced Erythema Multiforme. J Investig Allergol Clin Immunol 2007; Vol. 17(3): 196-198. Ankara : Esmon Publicidad. Available at: http://www.jiaci.org/issues/vol17issue03/12.pdf
2.        Oliveira, L.R. and Zucoloto, S.2008. Erythema Multiforme Minor: A Revision. American Journal of Infectious Diseases 4(4):224-231, 2008.Sao Paulo: Science Publications.
Available at: http://www.scipub.org/fulltext/ajid/ajid44224-231.pdf 
3.        Osterne, et al.2009. Management of Erythema Multiforme Associated with Recurrent  Herpes Infection: A Case Report. Available at: http://www.cda-adc.ca/jcda/vol-75/issue-8/597.pdf 
4.        Plaza, Jose Antonio and Victor G Prieto.2009. Erythema Multiforme Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1122915overview;
5.        Lamoreux, et al.2006. Erythema Multiforme. Am Fam Physician 2006; 74: 1883-8. Pennsylvania: American Academy of Family Physicians. Available at: http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10493.pdf 
6.        Djuanda, Adhi, et al.2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Cari Blog Ini

Halaman

Halaman

MAKALAH CANDIDIASIS ORAL

DEFINISI O.C : Kandidiasis oral merupakan   infeksi oportunistik pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari j...